Percepat Kongres, KSPSI Ingatkan Penumpang Gelap
Rakernas KSPSI memutuskan mempercepat pelaksanaan kongres KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) pada Februari 2012. Sedianya kongres KSPSI akan dilaksanakan pada Februari 2013 sesuai keputusan kongres KSPSI pada Februari 2008.
"Percepatan pelaksanaan kongres diperlukan mempercepat konsolidasi organisasi dari tingkat pusat sampai tingkat paling bawah (PUK/Pengurus Unit Kerja)," kata Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mathias Tambhing di Jakarta, Kamis (28/7).
Menurut dia, selain akan dihadiri sekitar 1.000 peserta dari unsur DPP, DPD, Federasi, kongres pun akan mengundang pimpinan dua konfederasi serikat pekerja lainnya, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonensia (KSPI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) serta serikat buruh internasional.
Dijelaskannya, keputusan percepatan kongres diambil dalam rapat kerja nasional (Rakernas) KSPSI yang diselenggarakan di Bogor pada 24-26 Juli 2011. Rakernas yang mengevaluasi program kerja KSPSI 2008-2013 memutuskan juga mendorong berdirinya STIPI (Sekolah Tinggi Ilmu Perburuhan Indonesia ).
STIPI nantinya akan mencetak tenaga profesional menguasai masalah perburuhan. Karena dengan banyaknya kasus buruh dikalahkan di pengadilan, dirasakan perlu banyak tenaga terdidik menangani masalah tersebut.
Saat ini, lanjut Mathias dari ribuan sengketa kasus buruh di pengadilan di seluruh Indonesia , 90 persen dimenangkan pihak pengusaha.
"Ini merupakan bukti lemahnya pekerja dalam beracara di pengadilan. Melalui STIPI diharapkan dicetak tenaga profesional yang menguasai dan mampu menghadapi kasus-kasus perburuhan di pengadilan," bebernya.
Dia juga mengungkapkan, dalam Rakernas tersebut diambil keputusan terkait pembahasan RUU BPJS yang dilaksanakan DPR dan pemerintah, dimana KSPSI berharap pembahasan yang dilaksanakan tidak bias dan ditumpangi kepentingan tertentu yang justru bisa menjatuhkan pemerintah.
“Masalah ini harus diwaspadai, jangan sampai pembahasan RUU BPJS melebar kemana-mana yang tidak sesuai dengan UU SJSN," katanya mengingatkan.
Menurut dia, KSPSI mendesak DPR dan pemerintah secepatnya mensahkan UU BPJS. Namun UU BPJS itu harus tetap mengacu amanat UU SJSN yang pengelolaannya antara lain menganut prinsip waliamanah, nirlaba dan kehati-hatian, karena menyangkut dana besar milik jutaan pekerja.
Seperti diketahui, pembahasan RUU BPJS yang dilakukan Pansus DPR bersama pemerintah sampai dengan waktu yang ditentukan (22 Juli 2011) tidak berhasil membuahkan undang-undang. Semula disepakati dibentuk dua BPJS (jangka pendek dan jangka panjang), tapi sejumlah DIM (Daftar Isian Masalah) belum dibahas, termasuk wacana transformasi 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial yang juga belum mencapai titik temu.
Menurut Mathias Tambing, ide dasar pembahasan RUU BPJS pembentukan BPJS sebagaimana diamanatkan UU SJSN, tidaklah menggabung atau mentransformasikan ke-4 BUMN yang sudah eksis. "KSPSI tidak setuju PT Jamsostek digabung BUMN lainnya, karena sistem jaminan sosial yang dilaksanakan ke-4 BUMN itu sangat berbeda. Selain memiliki undang-undang tersendiri, kepesertaan dan sistem pendanaannya pun berbeda," terangnya.
Menurut dia, penggabungan empat BUMN itu tidak gampang dan dikhawatirkan Justru menimbulkan masalah baru. Hasil penggabungan pun masih dipertanyakan, khususnya tentang dana pekerja yang sudah disimpan di PT Jamsostek. Karena itu, jutaan anggota KSPSI yang menjadi peserta Jamsostek menolak penggabungan BUMN tersebut, karena dinilai akan membuat runyam sistem jaminan sosial yang sudah dikelola baik selama ini.
Dia juga mengaku belum mengetahui arah dua BPJS baru yang bakal dibentuk. Padahal, pekerja harus tahu persis kemana arahnya, jangan sampai BPJS hasil undang-undang malah menimbulkan masalah baru yang merugikan pekerja. BPJS baru sebaiknya dikhususkan untuk menangani pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
Terkait masalah ini, KSPSI mengingatkan DPR dan pemerintah jangan salah mengambil keputusan melahirkan UU BPJS. "Kalau sampai salah mengambil keputusan, sangat merugikan pekerja dan risikonya bisa menjatuhkan pemerintah," katanya.